JENDELA IDUL FITRI
Oleh :
Pimp. Dayah Nurul huda /khatib mesjid
al-Abraar caleue
A.
Iftitah
Maka hadapkanlah
wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (
Q.S. ar-rum : 30)
I’dil fitri, merupakan hari kemenangan bagi
orang mukmin yang telah menjalani ibadah puasa selama sebulan penuh. Diawal
bulan syawal ini, ramadhan telah mengantarkan manusia mencapai gerbang kehidupan baru dan bermakna.
Puasa merupakan, kewajiban yang harus dan wajib dilaksanakan manusia
berdasarkan perintah Allah swt. Disamping itu, puasa juga mempunyai hikmah yang
sangat luar biasa, seperti sabda nabi. Puasalah kamu supaya kamu sehat. Pagi
ini, kita (manusia) sudah berada pada kehidupan yang sehat serta manusia yang
taat dan bertaqwa. Takbir menggema dan bersahutan merupakan suatu ciri
kegembiran, dimana manusia secara psikologi kalau mendapat suatu kegembiraan
secara spontan ia akan keluar dimulutnya lafaz Allahu Akbar. Namun pada hari
raya, mempunyai nuansa yang sangat-sangat berbeda. Kalimat menggagungkan Allah
tersebut, secara serentak dan sisstematis telah diatur oleh agama dan diikuti
oleh jamaah secara beramai-ramai dan dengan kalimat yang sangat indah sekali.
B.
Ta’limat
Hari ini, manusia sudah berada dalam
tiga titik demensi yang mendasar, yaitu
: demensi ramadhan, demensi zakat
fitrah dan demensi
fitri (idil fitri). Ketiga demensi tersebut, mempunyai makna dan hikmah yang
sangat tingi, walaupun kedudukan yang berbeda yaitu: bila dilihat dari segi ilat hukumnya,
Yaitu : puasa dan zakat adalah wajib dilaksanakan sedangkat shalat A’id adalah sunat, namun demensi tersebut tetap berlalu
dengan sendirinya. Dalam hal ini, pada hakikatnya ketiga-tiga demensi tersebut
adalah, untuk membentuk manusia baru dalam menghidupkan kehidupan manusia yang
lebih bermartabat dan bermakna. Manusia makhluk ciptaan Allah yang memiliki
potensi untuk beriman (kepada Allah), dengan mempergunakan akalnya maupun
memahami dan mengamalkan wahyu serta mengamati gejala-gejala alam, bertanggung
jawab atas segala perbuatanya dan berahklak.
1. Fitrah dan
kaitannya dengan manusia
Fitrah berasal dari bahasa arab yang secara loghawi
bermaksud : sifat yang disifati dengannya terhadap segala wujud pada awal
kejadian. Ibn khaldun memaknai fitrah sebagai potensi-potensi lahiriyah yang
mempengaruhi menjadi actual setelah mendapat rangsangan (pengaruh) luar. Jiwa
apabila berada dalam fitrahnya yang semula (fitrah al-aula) siap
menerima kebaikan dan kejahatan yang dating dan melekat padanya. Ibn Khaldun
mendasarkan teori fitrah nya pada hadits yang bermakna sebagai berikut: ‘’
setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka ibu bapanyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi’’.
Berdasarkan kandungan hadits di atas
menunjukkan bahwa yang dimaksudkan dengan fitrah adalah potensi baik.
Manusia pada dasarnya adalah baik, pengaruh-pengaruh yang datang kemudianlah
yang akan menentukan apakah jiwa manusia tetap baik atau menyimpang menjadi
jahat.
Ahmad Jawad Maghniyah memaknai kata fitrah
mengacu kepada Gharizah (instink) di dalam diri manusia, menerima
kebaikan ketika ia mengetahui, bahwa sesuatu itu baik dan ia
mempertahankannya serta menolak kejahatan ketika ia tahu bhwa sesuatu itu
jahat. Tafsir al-Kasyi. Hal 20
Berdasarkan interpretasi para penafsir
tersebut, potensi baik merupakan disposisi yang telah diberi yang akan
mengarahkan seseorang untuk lebih tepat mengenal tuhannya untuk berbuat baik,
dan yang dapat dirusak jika anak dibesarkan oleh orang tua yang tidak bermoral.
Hal ini tertuang dalam al-quran surat al-A’raf ayat 171.
Artinya : dan (ingatlah), ketika Kami
mengangkat bukit ke atas mereka seakan-akan bukit itu naungan awan dan mereka
yakin bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka. (dan Kami katakan kepada
mereka): "Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepadamu,
serta ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang tersebut di dalamnya supaya kamu
menjadi orang-orang yang bertakwa".
Ibn katsir menjelaskan Allah member khabar,
bahwa ia mengeluarkan anak manusia dari sulbi-sulbi serta mereka bersaksi atas
diri mereka, yaitu tiada Tuhan selain allah. Al-bagdadi menandaskan, bahwa
ikrar itu terukir dengan pena ciptaan Allah di permukaan qalbu dalam lubuk
fitrah...’’. Lebih lanjut ia menegaskan, bahwa ikrar itu telah terwujud dalam
sulbi ayah, bukan dalam rahim ibu.
2. Posisi
manusia di hari fitrah
Sangat banyak ulama dan pakar serta intelektual
yang memberikan rumusan tentang manusia.
Ditinjau dari segi filsafat manusia sebagai mahkluk yang tumbuh dan berkembang
dalam proses komunikasi antar individualitas dan lingkungannya. (M. Arifin)
Menurut pakar pendidikan barat manusia adalah
mahkluk yang harus dididik (animal educability) atau menurut pakar
pendidikan arab manusia sebagai (qabil li-tarbiyah).
a. Posisi anak
dan tetangga
Bila manusia itu seorang anak yang mempunyai
orang tua, pada hari ini ia punya kewajiban untuk berbuat baik kepadanya.
Artinya: dan Kami wajibkan
manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya. hanya kepada-Ku-lah
kembalimu, lalu aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
(al-ankabut :8)
Bila manusia sebagai kerabat, ia
mempunya hak dengan kerabatnya.
Artinya : Itulah (karunia) yang
(dengan itu) Allah menggembirakan hamba- hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan
amal yang saleh. Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun
atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan".
dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada
kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.
(as-Syura: 23)
Bila manusia sebagai tetangga ia
punya kewajiban terhadap tetangganya untuk menyambung tali rahim.
Artinya: sembahlah Allah dan
janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah
kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga
yang dekat dan tetangga yang jauh dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba
sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri. (an-Nisa’ 36)
b. Posisi orang
tua
Bila kita cermati seorang laki-laki, yang
namanya diabadikan sebagai salah satu nama surat al-quran pasti kita tau orangnya
yaitu lukmanul hakim. Al-quran menghadirkan nasihat lukmanul hakim
kepada anaknya sebagai nasihat yang sangat berharga bagi manusia pada zaman
sekarang ini. Yaitu:
Nasihat
lukman tentang ilmu tauhid
Artinya: (Luqman berkata): "Hai
anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada
dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
mengetahui.
Nasihat
lukman tentang kewajiban shalat dan amar makruf.
Artinya: Hai anakku, dirikanlah
shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
Nasihat
lukman kepada anaknya supaya jangan sombong
Artinya: dan janganlah kamu
memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di
muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri.
Artinya: dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan
lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
Inilah posisi manusia yang seharusnya dilakukan
pada hari yang baik dan mulia ini, semoga hari fitrah ini menjadi berkualitas
dan bermakna terhadap dirinya dan lingkungan lainya.
Idil fitri adalah lentera, izinkan membuka
tabir dengan maaf, agar cahayanya
menembus jiwa fitrah dari tiap khilaf.
MEMPERINDAH HATI (QALBU)
Rasulullah SAW bersabda,
"Ingatlah, dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal
daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi, bila rusak,
niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama
qolbu!" (HR. Bukhari dan Muslim).